Tuesday, February 08, 2011

HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menjadi jelas, bahwa menurut pandangan manapun, baik hukum maupun sosial, baik etika maupun moral, Perkawinan merupakan suatu hubungan yang sakral dan kekal. Di dalamnya tak boleh dikehendaki suatu keadaan yang setengah-setengah, dalam arti harus dengan komitmen seumur hidup. Namun dalam hal kondisi tertentu, hukum dan agama masih memungkinkan dilakukannya perceraian.
Salah satu faktor yang penting dalam perkawinan adalah harta kekayaan. Faktor ini dapat dikatakan yang dapat menggerakan suatu kehidupan perkawinan. Dalam perkawinan, memang selayaknyalah suami yang memberikan nafkah bagi kehidupan rumah tangga, dalam arti harta kekayaan dalam perkawinan ditentukan oleh kondisi dan tanggung jawab suami. Namun di zaman modern ini, dimana wanita telah hampir sama berkesempatannya dalam pergaulan sosial, wanita juga sering berperan dalam kehidupan ekonomi rumah tangga. Hal ini tentunya membawa pengaruh bagi harta kekayaan suatu perkawinan, baik selama perkawinan berlangsung maupun jika terjadi perceraian.

HARTA PERKAWINAN

UU Perkawinan telah membedakan harta perkawinan atas “harta bersama”, “harta bawaan” dan dan “harta perolehan” (Pasal 35).

Harta Bawaan

Harta bawaan adalah harta yang dibawa masing-masing suami atau istri sebelum terjadinya perkawinan. Misalnya, seorang wanita yang pada saat akan melangsungkan perkawinan telah bekerja di sebuah perusahaan selama empat tahun dan dari hasil kerjanya itu ia mampu membeli mobil. Maka ketika terjadi perkawinan, mobil tersebut merupakan harta bawaan istri. Menurut UU Perkawinan harta bawaan tersebut berada di bawah penguasaan masing-masing suami dan istri. Masing-masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bawaannya tersebut. Namun meski demikian, UU Perkawinan juga memberikan kesempatan kepada suami istri untuk menentukan lain, yaitu melepaskan hak atas harta bawaan tersebut dari penguasaannya masing-masing (misalnya: dimasukan ke dalam harta bersama). Pengecualian ini tentunya harus dengan perjanjian – Perjanjian Perkawinan.

Harta Bersama

Harta bersama berarti harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, baik oleh suami maupun istri. Harta bersama misalnya gaji masing-masing suami dan istri, atau pendapatan mereka dari usaha-usaha tertentu, atau mungkin juga deviden dari saham yang ditanam di sebuah perusahaan oleh salah satu pihak. Harta bersama tersebut berada di dalam kekauasaan suami dan istri secara bersama-sama, sehingga penggunaannya harus dilakukan dengan persetujuan kedua pihak.

Harta Perolehan

Harta perolehan adalah harta yang diperoleh suami atau istri selama masa perkawinan yang berupa hadiah atau hibah atau waris. Seperti halnya harta bawaan, masing-masing suami dan istri juga memiliki kekuasaan pribadi atas harta perolehan tersebut. Masing-masing suami dan istri memiliki hak sepenuhnya terhadap harta yang diperolehnya dari hadiah, warisan, maupun hibah. Pengecualian keadaan ini dapat diadakan oleh suami istri dengan persetujuan masing-masing – Perjanjian Perkawinan.

PERJANJIAN PERKAWINAN

Perjanjian Perkawinan merupakan perjanjian diantara calon suami dan calon istri mengenai harta perkawinan. Isi Perjanjian Perkawinan terbatas hanya untuk mengatur harta kekayaan dalam perkawinan dan tidak dapat mengatur hal-hal lain yang berada di luar harta perkawinan – misalnya tentang kekuasaan orang tua terhadap anak. Perjanjian Perkawinan tentang hal-hal diluar harta perkawinan adalah tidak sah.

Perjanijan Perkawinan hanya dapat dibuat “pada waktu” atau “sebelum” perkawinan berlangsung. Perjanjian Perkawinan yang dibuat “setelah” dilangsungkannya perkawinan menjadi tidak sah dengan sendirinya – batal demi hukum. Syarat lain Perjanjian Perkawinan adalah harus dibuat “dalam bentuk tertulis”. Perjanjian dalam bentuk tertulis ini harus disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Dengan dilaksanakannya pencatatan tersebut maka isi Perjanjian Perkawinan baru dapat mengikat pihak ketiga yang lain yang bersangkutan dengan apa yang diperjanjikan.

Suatu Perjanjian Perkawinan baru berlaku sejak dilangsungkannya perkawinan. Perjanjian tersebut tidak mengikat para pihak sebelum dilangsungkannya perkawinan, demikian juga perjanjian tersebut tidak lagi mengikat setelah terjadinya perceraian. Selama dalam masa perkawinan, Perjanjian Perkawinan tidak dapat dirubah kecuali ada persetujuan kedua belah pihak. Selain adanya persetujuan kedua belah pihak, persetujuan tersebut juga tidak boleh merugikan pihak ketiga yang berkepentingan.

AKIBAT PERCERAIAN TERHADAP PERKAWINAN

Pustunya suatu perkawinan dapat terjadi baik karena “kematian”, “putusan pengadilan” maupun karena “perceraian” (pasal 38 UU Perkawinan). Dengan terjadinya kematian salah satu pihak suami atau istri, maka otomatis perkawinan mereka menjadi putus. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan dapat terjadi misalnya karena ada tuntutan ke pengadilan dari pihak ketiga yang menghendaki putusnya perkawinan tersebut, yaitu misalnya pihak keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang pasangan suami istri, atau suami/istri yang masih terikat dengan suatu perkawinan.

Putusnya perkawinan karena “perceraian” dapat terjadi karena salah satu pihak mengajukannya ke pengadilan. Jika suami yang mengajukan perceraian maka pengajuan itu disebut “Permohonan Thalak”, sedangkan jika istri yang mengajukan maka pengajuannya disebut “Gugatan Cerai”. Menurut pasal 39 UU Perkawinan, percerian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Perceraian itu diajukan dengan alasan-alasan yang cukup, yaitu bahwa suami-istri yang bersangkutan tidak dapat lagi hidup rukun. Sebelum pengadilan menyidangkan runtutan percerian, maka hakim wajib berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

Sebuah perceraian tentu saja menimbulkan akibat terhadap harta kekayaan dalam perkawinan, baik terhadap harta bawaan, harta bersama, maupun harta perolehan berdasarkan hukumnya masing-masing. Bagi orang yang beragama Islam, pengaturan tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam yang telah diakomodir dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Secara umum, apabila tidak diadakan Perjanjian Perkawinan terhadap harta perkawinan, maka sebuah perceraian akan mengakibatkan:

1. Terhadap Harta Bersama

Harta bersama dibagi dua sama rata diantara suami dan istri (gono-gini).

2. Terhadap Harta Bawaan

Harta bawaan menjadi hak masing-masing istri dan suami yang membawanya – kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.

3. Terhadap Harta Perolehan

Harta perolehan menjadi hak masing-masing istri dan suami yang memperolehnya – kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.

PERJANJIAN PERKAWINAN

Nomor: 01/Amran-Swastika/01.04.2010

Pada hari ini, Kamis tanggal 1 April 2010, di Jakarta, yang bertanda tangan di bawah ini:

Amran Kamil, pekerjaan swasta, beralamat di Jalan Limau No. 5, Cinere, Jakarta Selatan, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP): 09.4512.177753.8864, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;
Swastika Sutedja, pekerjaan swasta, beralamat di Jalan Pucuk Dicinta Nomor 18, Kemayoran, Jakarta Pusat, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP): 09.4231.198934.9221, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA.
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama selanjutnya disebut PARA PIHAK. PARA PIHAK terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:

Bahwa, PIHAK PERTAMA selain memiliki pekerjaan tetap sebagai “Manajer Marketing & Sales” pada PT. Limas Agro Sawit, juga memiliki usaha mandiri diluar pekerjaan tetapnya tersebut berupa perdagangan bibit kelapa sawit;
Bahwa, PIHAK PERTAMA telah memiliki sebuah apartemen yang terletak di lantai 7 nomor 709 Apartemen Green Megah, Jalan Fatmawati Raya No. 11, Cilandak, Jakarta Selatan dan sebuah mobil Toyota Vios 1.5 G AT Tahun Pembuatan 2006 Nomor Polisi B 3456 OK;
Bahwa, PIHAK KEDUA selain memiliki pekerjaan tetap sebagai “Manajer Keuangan” PT. Lintas Nusantara Food, juga memiliki usaha mandiri diluar pekerjaan tetapnya tersebut berupa restauran “Bara Steak & Ribs”;
Bahwa, PIHAK KEDUA telah memiliki sebidang tanah seluas 150 m2 (seratus lima puluh meter persegi) yang terletak di Jalan Margonda Raya Nomor 43, Depok, Jawa Barat dan sebuah mobil Honda Jazz warna putih tahun pembuatan 2008 Nomor Polisi D 1234 KO;
Bahwa, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA akan saling mengikatkan diri dalam sebuah perkawinan;
Bahwa, PARA PIHAK telah sepakat untuk mengadakan pembagian hak-hak atas harta milik PARA PIHAK di dalam perkawinan yang keadaanya akan diatur dalam perjanjian ini.
Selanjutnya, untuk maksud seperti yang telah diuraikan diatas, PARA PIHAK sepakat untuk membuat PERJANJIAN PERKAWINAN ini dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:

Pasal 1

Definisi

Dalam perjanjian ini yang dimaksud dengan:

“Harta Bersama” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan;
“Harta Asal” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sebelum perkawinan;
“Hadiah” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan yang berasal dari hadiah;
“Waris” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan yang berasal dari warisan;
“Hibah” adalah adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan yang berasal dari hibah.
Pasal 2

Pelepasan Hak Atas Harta Perkawinan

(1) PIHAK PERTAMA dengan ini sepakat untuk tidak menuntut baik sebagain maupun seluruhnya hak atas Harta Asal, Hadiah, dan Waris yang diperoleh PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini sepakat untuk tidak menuntut baik sebagian maupun seluruhnya hak atas Harta Asal, Hadiah dan Waris yang diperoleh PIHAK PERTAMA selama berlangsungnya perkawinan diantara PARA PIHAK;

(2) PIHAK PERTAMA dengan ini sepakat untuk melepaskan haknya dalam perkawinan atas sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini sepakat untuk melepaskan haknya dalam perkawinan atas sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK PERTAMA, yang keadaannya akan diatur dalam perjanjian ini;

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatas dilaksanakan dengan tanpa mengenyampingkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Pasal 3

Hak PARA PIHAK

(1) Hak PIHAK PERTAMA atas Harta Asal, Hadiah, Waris dan sebagian Harta Bersama

a. PIHAK KEDUA sepakat untuk mengakui Harta Asal PIHAK PERTAMA sebagai hak PIHAK PERTAMA dan tidak akan menuntut Harta Asal tersebut sebagai Harta Bersama, yaitu yang meliputi:

- Sebuah apartemen yang terletak di lantai 7 Apartemen Green Megah, Jalan Fatmawati Raya Nomor 11, Cilandak, Jakarta Selatan, atas nama PIHAK PERTAMA;

- Sebuah kendaraan roda empat merek Toyota Vios 1.5 G AT Tahun Pembuatan 2006 Nomor Polisi B 3456 OK, atas nama PIHAK PERTAMA.

b. PIHAK KEDUA sepakat untuk tidak menuntut baik sebagian maupun seluruhnya atas harta yang diperoleh PIHAK PERTAMA yang berasal dari Hadiah dan Waris;

c. PIHAK KEDUA sepakat untuk tidak menuntut sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK PERTAMA yang berasal dari usaha mandiri PIHAK PERTAMA berupa usaha perdagangan bibit sawit.

(2) Hak PIHAK KEDUA atas Harta Asal, Hadiah, Waris dan sebagian Harta Bersama

a. PIHAK PERTAMA sepakat untuk mengakui Harta Asal PIHAK KEDUA sebagai hak PIHAK KEDUA dan tidak akan menuntut Harta Asal tersebut sebagai Harta Bersama, yaitu yang meliputi

- Sebidang tanah seluas 150 m2 (seratus lima puluh meter persegi) yang terletak di Jalan Margonda Raya Nomor 43, Depok, Jawa Barat;

- Sebuah mobil Honda Jazz warna putih tahun pembuatan 2008 Nomor Polisi D 1234 KO;

b. PIHAK PERTAMA sepakat untuk tidak menuntut baik sebagian maupun seluruhnya atas harta yang diperoleh PIHAK KEDUA yang berasal dari Hadiah dan Waris;

c. PIHAK PERTAMA sepakat untuk tidak akan menuntut sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK KEDUA yang berasal dari usaha restaurant “Bara Steak & Ribs” milik PIHAK KEDUA.

Pasal 4

Jangka Waktu Perjanjian

PERJANJIAN PERKAWINAN ini berlaku selama berlangsungnya perkawinan diantara PARA PIHAK.

Pasal 5

Penyelesaian Perselisihan

(1) Apabila timbul perselisihan diantara PARA PIHAK sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian ini, PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan kekeluargaan;

(2) Apabila penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan tidak mencapai kata sepakat, PARA PIHAK sepakat untuk melakukan mediasi dengan melibatkan pihak lain sebagai mediator yang berasal dari keluarga PIHAK PERTAMA dan/atau keluarga PIHAK KEDUA;

(3) Apabila penyelesaian secara mediasi sebagaimana dimaksud ayat (2) diatas tidak mencapai kesepakatan, maka PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara hukum di kantor Pengadilan Agama.

Demikian perjanjian ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap bermeterai cukup, PARA PIHAK mendapat satu rangkap yang kesemuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.

PARA PIHAK

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

Swastika Sutedja Amran Kamil

SAKSI-SAKSI

SAKSI 1 SAKSI 2